Selasa, 24 Juni 2014

dasar photography

A. Fotografi

Fotografi ( Photography ) berasal dari kata Photo (Cahaya) dan Grafo ( menulis / menggambar ), sehingga dapat diartikan bahwa fotografi adalah suatu teknik menggambar dengan cahaya. Atas dasar tersebut, jelas bahwa cahaya sangat berperan penting dan menjadi sumber utama dalam memperoleh gambar (tanpa cahaya tidak akan ada hasil foto).


B. Kamera SLR

Kamera SLR ( Single Lens Reflex ) atau Kamera D-SLR ( Digital ) merupakan kamera dengan jendela bidik (Viewfinder) yang memberikan gambar sesuai dengan sudut pandang lensa melalui pantulan cermin yang terletak di belakang lensa.   Pada umumnya kamera biasa memiliki tampilan dari jendela bidik yang berbeda dengan sudut pandang lensa  karena jendela bidik tidak berada segaris dengan sudut pandang lensa .

Fotografi berkaitan erat dengan cahaya (jadi untuk menghasilkan sebuah foto diperlukan adanya cahaya, tanpa ada cahaya maka tidak akan ada foto), maka kamera berfungsi untuk mengatur cahaya yang ditangkap image sensor ( sensor gambar pada kamera digital atau film pada kamera konvensional ). Untuk mengatur cahaya, terdapat 2 hal mendasar dalam kamera, yakni Shutter Speed (Kecepatan Rana) dan Aperture (Diafragma).

C. Lensa

Dalam fotografi, lensa berfungsi untuk memokuskan cahaya hingga mampu membakar medium penangkap (film). Di bagian luar lensa  biasanya terdapat tiga cincin, yaitu cincin panjang fokus (untuk lensa  jenis variabel), cincin diafragma, dan cincin fokus.

PANJANG LENSA

Panjang lensa  biasa disebut Focal Length

Panjang lensa mempengaruhi:
a. JARAK pemotretan
b. SUDUT pandang
c. PEMBESARAN
d. FASILITAS BUKAAN DIAFRAGMA

Lensa Khusus:
a. Lensa Makro (biasa disebut Macro Lens)
b. Penambahan panjang lensa (biasa disebut Tele Converter atau Extender)
c. Lensa pengoreksian perspektif pada subjek
d. Lensa Lunak (biasa disebut Soft Focus Lens)

Macam-macam lensa

  • Lensa Standar. Lensa ini disebut juga lensa normal. Berukuran 50 mm dan memberikan karakter bidikan natural.
  • Lensa Sudut-Lebar (Wide Angle Lens). Lensa jenis ini dapat digunakan untuk menangkap subjek yang luas dalam ruang sempit. Karakter lensa ini adalah membuat subjek lebih kecil daripada ukuran sebenarnya. Dengan menggunakan lensa jenis ini, di dalam ruangan kita dapat memotret lebih banyak orang yang berjejer jika dibandingkan dengan lensa standar. Semakin pendek jarak fokusnya, maka semakin lebar pandangannya. Ukuran lensa ini beragan mulai dari 17 mm, 24 mm, 28 mm, dan 35 mm.
  • Lensa Fish Eye. Lensa fish eye adalah lensa wide angle dengan diameter 14 mm, 15 mm, dan 16 mm. Lensa ini memberikan pandangan 180 derajat. Gambar yang dihasilkan melengkung.
  • Lensa Tele. Lensa tele merupakan kebalikan lensa wide angle. Fungsi lensa ini adalah untuk mendekatkan subjek, namun mempersempit sudut pandang. Yang termasuk lensa tele adalah lensa berukuran 70 mm ke atas. Karena sudut pandangannya sempit, lensa tele akan mengaburkan lapangan sekitarnya. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena lensa tele memang digunakan untuk mendekatkan pandangan dan memfokuskan pada subjek tertentu.
  • Lensa Zoom. Merupakan gabungan antara lensa tandar, lensa wide angle, dan lesa tele. Ukuran lensa idak fixed, misalnya 80-200 mm. Lensa ini cukup fleksibel dan memiliki range lensa ang cukup lebar. Oleh karena itu lensa zoom banyak digunakan, sebab pemakai tinggal memutar ukuran lensa sesuai dengan yang dibutuhkan.
  • Lensa Makro. Lensa makro biasa digunakan untuk memotret benda yang kecil.

D. Fokus

Fokus adalah bagian yang mengatur jarak ketajaman lensa sehingga gambar yang dihasilkan tidak berbayang..

F. Shutter Speed

Shutter speed atau kecepatan rana merupakan kecepatan terbukanya jendela kamera sehingga cahaya dapat masuk ke dalam image sensor. Satuan daripada shutter speed adalah detik, dan sangat tergantung dengan keadaan cahaya saat pemotretan. Semisal cahaya terang pada siang hari, maka shutter speed harus disesuaikan menjadi lebih cepat, semisal 1/500 detik. Sedangkan untuk malam hari yang cahayanya lebih sedikit, maka shutter speed harus disesuaikan menjadi lebih lama, semisal 1/5 detik. Hal ini sekaligus menjelaskan mengapa foto pada malam hari cenderung buram, bahwa shutter speed yang lebih lambat memungkinkan pergerakan kamera akibat getaran tangan menjadikan cahaya bergeser sehingga foto menjadi buram / blur.

Foto dengan shutter speed lambat
Foto dengan shutter speed lambat 
Foto dengan shutter speed cepat
Foto dengan shutter speed cepat 

G. Aperture

Aperture atau diafragma merupakan istilah untuk bukaan lensa. Apabila diibaratkan sebagai jendela, maka diafragma adalah kiray / gordyn yang dapat dibuka atau ditutup untuk menyesuaikan banyaknya cahaya yang masuk. Pada kamera aperture dilambangkan dengan huruf  F  kecil dan dengan satuan sebagai berikut:
f/1.2
f/1.4
f/1.8
f/2.0
f/2.8
f/3.5
f/4.0
dst...

Semakin kecil angka satuan maka akan semakin besar bukaan lensa  (f/1.4 lebih besar bukaannya dibandingkan dengan f/4.0,  f/2,8 lebih besar bukaannya dibandingkan dengan f/16).
Gambar Aperture pada lensa
Gambar Aperture pada lensa 


Jadi, korelasi antara shutter speed dan aperture adalah bahwa semakin besar bukaan lensa maka shutter speed akan semakin cepat, sebaliknya semakin kecil bukaan lensa maka shutter speed akan semakin melambat.

perbadingan hasil foto dg memakai angka f kecil dan angka f besar

Keterangan:

perhatikan perbedaan rentang ruang tajam pada ketiga foto diatas. Pada bukaan diafragma besar ruang tajamnya lebih sempit dan demikian seterusnya.

Tips : 

Gunakan bukaan besar (angka f kecil) untuk mengisolasi background yang mengganggu. Gunakan bukaan kecil (angka f besar) untuk pemotretan lanskap (pemandangan).

Beberapa istilah dlm fotografi yang amat perlu difahami:

  1.  APS: Advanced Photo System
  2.  DIL : Drop in Loading
  3.  CID : Cartridge Identification number
  4.  FID : Film strip Identification number
  5.  USC : Uniform Sigma Crystal/kristal sigma seragam
  6.  Kristal sigma : Butir-butir perak halida
  7.  AFS : Auto Focus Silent Wave Motor
  8.  AFD : Auto Focus Distance Information
  9.  DIR : Development Inhibitor Releaser
  10.  SPD : Silicon Photo Diode
  11.  LCD : Liquid Crystal Display
  12.  LED : Light Emitting Diode, lampu
  13.  ISO/ASA : Derajat sensitivitas film
  14.  ISO : International Standart Organization
  15. ASA : American Standart Association
  16. DIN : Deutsche Industry Norm
  17. NiMH : Nikel Metal Hydride
  18. NiCd : Nikel Cadmium
  19. DRAM : Data Random Acces Memory
  20. RISC : Reduce Intruction Set Computer
  21. CCD : Charge Couple Device (pada kamera digital)
  22. CPL : Circular Polarizing
  23. USM : Ultrasonic motor
  24. ESP : Elektro-Selective Pattern (Sistem pengkuran cahaya otomatik, di saat kondisi kesenjangan kecerahannya sangat besar
  25. SLR : single Lens Reflek, kamera lensa tunggal yang menggunakan cermin dan prisma
  26. TLR : Twin lens Refleks, kamera yang menggunakan dua lensa , satu untuk melihat, lainnya utnuk meneruskan cahaya ke film
  27. Lens Mount : Dudukan lensa
  28. MF : Manual Fokus
  29. AF : Auto Fokus
  30. Fps : Frame per second:, satuan kecepatan pengambilan gambar dalam gambar perdetik
  31. DOF : Depth of Field; ruang tajam, merupakan jarak, dimana gambar masih terlihat tajam/focus, bergantung pada: diafragma, panjang lensa dan jarak objek
  32. GN : Guide number; kekuatan cahaya blitz merupakan perkalian antara jarak (dalam meter atau feet) dan diafragma
  33. AR Range : Tingkat terang cahaya dimana system aotufocus masih dapat bekerja, dalam satuan EV
  34. EV : Exposure Value; kekuatan cahaya. Sample, EV=0 kekuatan cahaya pada difragma f/1,0 kecepatan 1 detik
  35. Exposure mode : Modus pencahayaan, pada umumnya ada 4 tipe: manual, Aperture priority, Shutter priority dan Programed (auto)
  36. Aperture : Diafragma
  37. Lens Hood : Tudung lensa
  38. Aperture priority : Prioritas pengaturan pada diafragma, kecepatan rana otomatis
  39. Shutter : Rana
  40. Shutter Priority : Prioritas pengaturan pada kecepatan rana, diafragma otomatis
  41. Exposure compensation :Kompensasi pencahayaan, membuat alternatif pencahayaan dari normal menjadi lebih atau kurang
  42. Flash Exposure Compensation : Kompensasi pencahayaan blitzt
  43. Metering: Pola pengaturan cahaya, biasanya terbagi dalam 3 kategori, centerweighted, evaluative/matrix, dan spot
  44. Center weighted Metering : Pengukuran pencahayaan pada 60% daerah tengah gambar
  45. Evaluative/Matrix : Pengukuran pencahayaan berdasarkan segmen-segmen dan presentase tertentu
  46. Spot : Pengukuran pencahayaan hanya pada titik tertentu
  47. View finder : Jendela bidik
  48. Built in Dioptri: Dilengkapi dengan pengatur dioptri (lensa+ atau – bagi mereka yang berkacamata)
  49. Eye piece Blind : Tirai penutup jendela bidik
  50. Interchangeable Focusing Screen : Fasilitas untuk dapat mengganti focusing screen
  51. Focusing screen : Layar focus
  52. Bracheting : Pengambilan gambar yang sama menggunakan pengukuran pencahayaan yang berbeda
  53. Flash Sync : Sinkron kilat, kecepatan maksimum agar body dan flash masih bekerja harmonis
  54. TTL: Through The Lens, Sistem pengukuran pencahayaan melalui lensa
  55. Remote Flash : Melepaskan lampu kilat dari badan kameranya dan meletakkannya si duatu tempat untuk mendapatkan efek foto yang diinginkan
  56. Bounce : Cahaya lampu kilat yang di pantulkan ke langit-langit atau bidang lain sehingga cahaya menerangi objek secara merata
  57. Slave unit : (Lampu kilat + mata listrik/elctric eye); adalah alat abntu yang sanggup menyalakan lampu kilat bila mata itu menerima sinar dari lampu kilat lain
  58. Wireless TTL : Sistem pengukuran TTL tanpa melalui kabel
  59. Multiple exposure : Fasilitas pemotretan berulang pada fram eyang sama
  60. Pupup Flash : Blitz kecil, terbuat menyatu dengan body
  61. Stop : Satuan pencahayaan, 1 stop sama dengan 1 EV
  62. Red Eye Reduction : fasilitas untuk mengurangi efek mata merah yang biasa terjadi pada pemotretan menggunakan blitz pada malam hari
  63. PC terminal : Terminal untuk blitz di luar hot shoe
  64. Hot shoe : Kaki blitz
  65. Mirror Lock up : Pengunci cermin, agar getaran dapat dikurangi pada saat rana bergerak
  66. Shiftable program : Pada mode program, exposure setting dapat diubah secara otomatis dalam EV yang sama, misalnya dari 1/125 menjadi 1/250 detik, f 5.6 dmenjadi f 11
  67. Second Curtain Sync : Fasilitas untuk menyalakan blitz sesaat sebelum rana menutup
  68. Shutter release : Pelepas rana
  69. Self Timer : Alat penangguh waktu pada kamera
  70. Vertical Grip : Alat pelepas rana utnuk pengambilan secra vertical tanpa harus memutar tangan
  71. Data Imprint : Fasilitas pencetakan data tanggal pada film
  72. Reloadable to last frame: fasilitas untuk mengembalikan film yang telah digulung di tengah ke posisi terakhir yang terpakai
  73. Fill In flash : Blitz pengisi, dalam kondisi tidak memerlukan blitz, blitz tetap dinyalakan untuk menerangi bagian-bagian yang gelap seperti bayangan
  74. Intervalometer : Fasilitas epmotretan otomatis dalam jarak waktu yang tertentu
  75. Multispot : Pengukuran pencahayaan dari beberapa titik
  76. Back : Sisi belakang kamera, berfungis pula sebagai penutup film
  77. Bayonet : Sistem dudukan lensa yang hanya memerlukan putaran kurang dari 90 derajat untuk pergantian lensa
  78. Bulk film : Film kapasitas 250 exposure
  79. Wide lens : lensa lebar, mempunya jarak titik bakar yang pendek, lebih pendek dari 50,,, biasanya:
    · 16-22mm (lensa lebar super)
    · 24-35mm (lensa lebar medium
    · 6-15mm (lensa mata ikan)
  80. Push : Meningkatkan kepekaan film dalam pemotretan, missal dari ISO 100-200/lebih
  81. Pull : kebalikan dari Push
  82. Main light : Cahaya pengisi/tambahan
  83. Foto wedding : Potraiture berpasangan (menciptakan rekaman gambar yang romantisme, baik dari posenya maupun dari suasananya
  84. Foto wedding terbagi 2 yaitu:
  85. Neo Classic Potraiture, ialah bentuk visual foto berpasangan yang beraura romantis
  86. Classic wedding, ialah bentuk foto berpasangan yang harus menjadi kenangan
  87. Blouwer : Kipas angin yang digunakan pada pemotretan model untuk menghasilkan efek angin
  88. Reverse ring : digunakan untuk memasang lensa yang di balik, untuk membuat lensa makro alternatif agar cahaya yang masuk tidak bocor
  89. Golden section : Potongan kencana; Hukum komposisi yang mengatakan bahwa keselarasan akan tercapai kalau suatu bidang adalah kesatuan dari 2 bidang yang saling berhubungan
  90. Komposisi : susunan garis, bidang, nada, kontras dan tekstur dalam suatu format tertentu
  91. Siluet : Teknik pencahayaan untuk menampilkan bentuk objek tanpa menunjukkan detilnya
  92. Framing : Pembingkaian objek untuk memberi kesan mendalam/ dimensi objek foto
  93. Panning : Teknik pengambilan gambar dengan kesan gerak (berubahnya latar belakang menjaid garis-garis sementara objek utama terekam jelas
  94. Sandwich : Teknik menggabungkan foto
  95. Cross process : Proses silang, biasanya di lakukan pada film positiv (E6) ke film negatif (C 41), sehingga menimbulkan warna- warna baru pada foto
  96. Esai foto : (Biar foto yang bicara), merangkai foto menjadi cerita bertem
  97. xposure time kalo ga salah sih lamanya waktu kita ngebuka bukaan ( Biasanya di mode Bulb )
  98. Sesuai dengan artinya, Interpolasi merupakan salah satu cara yang dipakai untuk memperbesar ukuran gambar dengan memultiplikasi pixel ukuran gambar yang diduplikasi menjadi lebih besar. Biasanya gambar interpolasi bila dilihat dengan teliti akan menurunkan ketajaman gambar karena bukan hasil asli keluaran dari sensor.
  99. HSM : Singkatan dari Hypersonic Motor. Artinya kurang lebih sama dengan USM, auto fokus cepat dan tidak bersuara. Kode ini akan Anda temukan di lensa merek Sigma.
  100. AF-S : Sama dengan kode diatas, kode ini akan Anda temukan di lensa merek Nikon.
  101. SAM : Sama dengan kode diatas, kode ini akan Anda temukan di lensa merek Sony.
  102. AF : Lensa Nikon yang tidak memiliki auto fokus built-in. Di kamera pemula Nikon seperti D60 dan D5000, tidak bisa mengunakan lensa ini untuk auto fokus, tapi harus dengan manual fokus.
  103. VR : Singkatan dari Vibration Reduction, fungsinya sama dengan Image Stabilization.
  104. OS : Singkatan dari Optical Stabilization, fungsinya sama dengan Image Stabilization. Kode ini akan Anda temukan di lensa Sigma.
  105. VC : Singkatan dari Vibration Compensation, fungsinya sama dengan Image Stabilization. Kode ini akan Anda temukan di lensa Tamron.
  106. DX, DT, DC : Kode lensa yang di optimalkan untuk kamera sensor krop. Kode ini akan Anda temukan di lensa Nikon, Sony atau Sigma.
  107. DG : Kode lensa yang di kompatibel untuk kamera sensor krop dan full frame. Kode ini akan Anda temukan di lensa Sigma.
  108. L -> kependekan dari "Luxury", biasa diplesetkan menjadi "Larang". Lensa-lensa L-series Canon adalah lensa yang berada di jajaran atas. Dibuat dengan optik-optik pilihan yang berkualitas, juga memiliki build quality yang baik dan kokoh. Lensa seri ini ditandai dengan adanya gelang merah di leher bagian depan lensa. L singkatan dari luxury alias lensa mewah yg kualitasnya tinggi.
  109. DO -> kependekan dari "Diffractive Optics". Lensa seri ini bila dibandingkan dengan lensa lain yang memiliki focal length dan aperture maksimal yang sama biasanya memiliki bentuk yang lebih kecil dan berat yang lebih ringan. Canon juga meng-claim lensa seri DO ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi chromatic aberration. Lensa ini ditandai dengan adanya gelang berwarna hijau di leher lensa bagian depan. Hingga saat ini Canon baru memproduksi 2 macam lensa dengan diffractive optics ini.
  110. EF -> mount lensa Canon sejak tahun 1987, mount sebelumnya bernama FD. Tambahan -S di belakang adalah kependekan dari Short Back Focus. Lensa dengan seri ini memiliki 'buritan' yang lebih nongol sehingga tidak bisa masuk ke body fullframe. Desainnya pun memang dirancang untuk body non-fullframe (APS-C) sehingga memiliki image circle yang lebih kecil daripada lensa seri EF biasa. Jika dipaksakan dipasang pada body fullframe (baik dibantu dengan extension tube atau cara lain), maka akan menghasilkan foto dengan vignetting yang cukup parah akibat jangkauan image circle tidak sampai mencakup keseluruhan frame.
  111. IS -> kependekan dari "Image Stabilizer". Teknologi peredam getar pada lensa yang memungkinkan lensa menstabilkan getaran tangan yang bisa menyebabkan foto shaking. Kemampuan IS biasanya diukur dengan stop rating, di mana semakin tinggi angka ratingnya, semakin baik kemampuan IS lensa tersebut dalam menstabilkan getaran.
  112. USM -> kependekan dari "Ultra-sonic Motor", bisa diplesetkan menjadi "Untuk Semua Momen". Lensa AF dengan motor ini biasanya memiliki kemampuan autofocus yang lebih cepat dan senyap sehingga dapat menangkap momen dengan lebih baik dan akurat.
  113. EF-S : jenis vatting / pangkon / bajonet / mounting
Sumber : http://anita-handayani.blogspot.com/2013/09/teknik-dasar-photography-untuk-pemula.html

Tips foto rooftop & night photography

Salah satu jenis fotografi yang populer adalah foto rooftop. Beberapa tips ini mungkin akan membantu bagi yang baru ingin mengikuti aktifitas fotografi rooftop atau night photography.
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod. Foto diambil saat bulan Purnama sehingga langit tampak lebih terang dari biasanya. Editing di Lightroom untuk menerangkan bagian langit dan memperjelas bentuk awan.

1. Lensa apa yang dibutuhkan untuk rooftop?

Lensa lebar, menengah dan telefoto semuanya dibutuhkan. Setiap lensa akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda. Lensa lebar bisa digunakan untuk menangkap daerah yang luas, termasuk langit. Jika langit cerah, terang dan menarik, misalnya saat bulan purnama, lensa lebar akan mampu menangkapnya. Lensa telefoto (100mm atau lebih) bisa digunakan untuk memotret detail bangunan atau objek yang jauh.

2. Tripod untuk night photography

Tripod wajib hukumnya untuk fotografi rooftop/malam, karena kondisi cahaya gelap, maka kalau kamera digenggam saja dengan tangan, akibatnya ISO harus tinggi (3200+), bukaan harus relatif besar supaya foto tidak gelap dan tidak blur karena kamera goyang/getar. Intinya, tanpa tripod kualitas gambar akan jauh lebih buruk, apapun kamera dan lensa yang digunakan.
Di atas atap gedung yang tinggi, angin biasanya bertiup jauh lebih kencang, maka itu tripod yang  kokoh dibutuhkan. Menurut pengamatan saya, pemula banyak yang tidak mengenal tripodnya dengan baik, sehingga di lapangan agak kesulitan memasangkan kamera ke tripod dan membuat tripod stabil. Jangan remehkan latihan bongkar pasang tripod dan pemasangan kamera. Pada umumnya, semakin berat tripod, semakin kokoh, tapi jika ingin yang ringan, pilihlah tripod berbahan carbon fiber. Beberapa jajaran tripod yang saya rekomendasikan untuk berbagai kebutuhan bisa dilihat di ranafotovideo.com
Tinggi tripod juga penting, karena di atas gedung atau helipad, biasanya ada jaring pengaman atau tembok, jika tripodnya pendek, maka sudut pandang akan terhalang. Saran saya minimal pilih tripod yang bisa ditinggikan sampai selevel mata Anda.

3. Setting kamera untuk rooftop

Biasanya, saat kamera telah aman terpasang di tripod, saya akan mengunakan mode M/manual dan menggunakan ISO rendah, seperti ISO 100, bukaan yang relatif kecil seperti f/8  supaya seluruh pemandangan tajam. Sesuaikan shutter speed sampai terang-gelap foto yang diinginkan tercapai. Biasanya shutter speed sekitar 15-20 detik di malam hari. Saat langit masih terang misalnya saat matahari terbenam, shutter speed lebih cepat, kurang lebih 2-4 detik. Intinya jangan ragu mencoba berbagai shutter speed.
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2014/05/tips-foto-rooftop-night-photography/#sthash.zj61nNAu.dpuf

Tips foto rooftop & night photography

Salah satu jenis fotografi yang populer adalah foto rooftop. Beberapa tips ini mungkin akan membantu bagi yang baru ingin mengikuti aktifitas fotografi rooftop atau night photography.
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod. Foto diambil saat bulan Purnama sehingga langit tampak lebih terang dari biasanya. Editing di Lightroom untuk menerangkan bagian langit dan memperjelas bentuk awan.

1. Lensa apa yang dibutuhkan untuk rooftop?

Lensa lebar, menengah dan telefoto semuanya dibutuhkan. Setiap lensa akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda. Lensa lebar bisa digunakan untuk menangkap daerah yang luas, termasuk langit. Jika langit cerah, terang dan menarik, misalnya saat bulan purnama, lensa lebar akan mampu menangkapnya. Lensa telefoto (100mm atau lebih) bisa digunakan untuk memotret detail bangunan atau objek yang jauh.

2. Tripod untuk night photography

Tripod wajib hukumnya untuk fotografi rooftop/malam, karena kondisi cahaya gelap, maka kalau kamera digenggam saja dengan tangan, akibatnya ISO harus tinggi (3200+), bukaan harus relatif besar supaya foto tidak gelap dan tidak blur karena kamera goyang/getar. Intinya, tanpa tripod kualitas gambar akan jauh lebih buruk, apapun kamera dan lensa yang digunakan.
Di atas atap gedung yang tinggi, angin biasanya bertiup jauh lebih kencang, maka itu tripod yang  kokoh dibutuhkan. Menurut pengamatan saya, pemula banyak yang tidak mengenal tripodnya dengan baik, sehingga di lapangan agak kesulitan memasangkan kamera ke tripod dan membuat tripod stabil. Jangan remehkan latihan bongkar pasang tripod dan pemasangan kamera. Pada umumnya, semakin berat tripod, semakin kokoh, tapi jika ingin yang ringan, pilihlah tripod berbahan carbon fiber. Beberapa jajaran tripod yang saya rekomendasikan untuk berbagai kebutuhan bisa dilihat di ranafotovideo.com
Tinggi tripod juga penting, karena di atas gedung atau helipad, biasanya ada jaring pengaman atau tembok, jika tripodnya pendek, maka sudut pandang akan terhalang. Saran saya minimal pilih tripod yang bisa ditinggikan sampai selevel mata Anda.

3. Setting kamera untuk rooftop

Biasanya, saat kamera telah aman terpasang di tripod, saya akan mengunakan mode M/manual dan menggunakan ISO rendah, seperti ISO 100, bukaan yang relatif kecil seperti f/8  supaya seluruh pemandangan tajam. Sesuaikan shutter speed sampai terang-gelap foto yang diinginkan tercapai. Biasanya shutter speed sekitar 15-20 detik di malam hari. Saat langit masih terang misalnya saat matahari terbenam, shutter speed lebih cepat, kurang lebih 2-4 detik. Intinya jangan ragu mencoba berbagai shutter speed.
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2014/05/tips-foto-rooftop-night-photography/#sthash.zj61nNAu.dpuf

Tips foto rooftop & night photography

Salah satu jenis fotografi yang populer adalah foto rooftop. Beberapa tips ini mungkin akan membantu bagi yang baru ingin mengikuti aktifitas fotografi rooftop atau night photography.
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod. Foto diambil saat bulan Purnama sehingga langit tampak lebih terang dari biasanya. Editing di Lightroom untuk menerangkan bagian langit dan memperjelas bentuk awan.

1. Lensa apa yang dibutuhkan untuk rooftop?

Lensa lebar, menengah dan telefoto semuanya dibutuhkan. Setiap lensa akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda. Lensa lebar bisa digunakan untuk menangkap daerah yang luas, termasuk langit. Jika langit cerah, terang dan menarik, misalnya saat bulan purnama, lensa lebar akan mampu menangkapnya. Lensa telefoto (100mm atau lebih) bisa digunakan untuk memotret detail bangunan atau objek yang jauh.

2. Tripod untuk night photography

Tripod wajib hukumnya untuk fotografi rooftop/malam, karena kondisi cahaya gelap, maka kalau kamera digenggam saja dengan tangan, akibatnya ISO harus tinggi (3200+), bukaan harus relatif besar supaya foto tidak gelap dan tidak blur karena kamera goyang/getar. Intinya, tanpa tripod kualitas gambar akan jauh lebih buruk, apapun kamera dan lensa yang digunakan.
Di atas atap gedung yang tinggi, angin biasanya bertiup jauh lebih kencang, maka itu tripod yang  kokoh dibutuhkan. Menurut pengamatan saya, pemula banyak yang tidak mengenal tripodnya dengan baik, sehingga di lapangan agak kesulitan memasangkan kamera ke tripod dan membuat tripod stabil. Jangan remehkan latihan bongkar pasang tripod dan pemasangan kamera. Pada umumnya, semakin berat tripod, semakin kokoh, tapi jika ingin yang ringan, pilihlah tripod berbahan carbon fiber. Beberapa jajaran tripod yang saya rekomendasikan untuk berbagai kebutuhan bisa dilihat di ranafotovideo.com
Tinggi tripod juga penting, karena di atas gedung atau helipad, biasanya ada jaring pengaman atau tembok, jika tripodnya pendek, maka sudut pandang akan terhalang. Saran saya minimal pilih tripod yang bisa ditinggikan sampai selevel mata Anda.

3. Setting kamera untuk rooftop

Biasanya, saat kamera telah aman terpasang di tripod, saya akan mengunakan mode M/manual dan menggunakan ISO rendah, seperti ISO 100, bukaan yang relatif kecil seperti f/8  supaya seluruh pemandangan tajam. Sesuaikan shutter speed sampai terang-gelap foto yang diinginkan tercapai. Biasanya shutter speed sekitar 15-20 detik di malam hari. Saat langit masih terang misalnya saat matahari terbenam, shutter speed lebih cepat, kurang lebih 2-4 detik. Intinya jangan ragu mencoba berbagai shutter speed.
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2014/05/tips-foto-rooftop-night-photography/#sthash.zj61nNAu.dpuf

Tips foto rooftop & night photography

Salah satu jenis fotografi yang populer adalah foto rooftop. Beberapa tips ini mungkin akan membantu bagi yang baru ingin mengikuti aktifitas fotografi rooftop atau night photography.
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod
ISO 100, f/8, 15 detik. 16mm, kamera diatas tripod. Foto diambil saat bulan Purnama sehingga langit tampak lebih terang dari biasanya. Editing di Lightroom untuk menerangkan bagian langit dan memperjelas bentuk awan.

1. Lensa apa yang dibutuhkan untuk rooftop?

Lensa lebar, menengah dan telefoto semuanya dibutuhkan. Setiap lensa akan menghasilkan sudut pandang yang berbeda. Lensa lebar bisa digunakan untuk menangkap daerah yang luas, termasuk langit. Jika langit cerah, terang dan menarik, misalnya saat bulan purnama, lensa lebar akan mampu menangkapnya. Lensa telefoto (100mm atau lebih) bisa digunakan untuk memotret detail bangunan atau objek yang jauh.

2. Tripod untuk night photography

Tripod wajib hukumnya untuk fotografi rooftop/malam, karena kondisi cahaya gelap, maka kalau kamera digenggam saja dengan tangan, akibatnya ISO harus tinggi (3200+), bukaan harus relatif besar supaya foto tidak gelap dan tidak blur karena kamera goyang/getar. Intinya, tanpa tripod kualitas gambar akan jauh lebih buruk, apapun kamera dan lensa yang digunakan.
Di atas atap gedung yang tinggi, angin biasanya bertiup jauh lebih kencang, maka itu tripod yang  kokoh dibutuhkan. Menurut pengamatan saya, pemula banyak yang tidak mengenal tripodnya dengan baik, sehingga di lapangan agak kesulitan memasangkan kamera ke tripod dan membuat tripod stabil. Jangan remehkan latihan bongkar pasang tripod dan pemasangan kamera. Pada umumnya, semakin berat tripod, semakin kokoh, tapi jika ingin yang ringan, pilihlah tripod berbahan carbon fiber. Beberapa jajaran tripod yang saya rekomendasikan untuk berbagai kebutuhan bisa dilihat di ranafotovideo.com
Tinggi tripod juga penting, karena di atas gedung atau helipad, biasanya ada jaring pengaman atau tembok, jika tripodnya pendek, maka sudut pandang akan terhalang. Saran saya minimal pilih tripod yang bisa ditinggikan sampai selevel mata Anda.

3. Setting kamera untuk rooftop

Biasanya, saat kamera telah aman terpasang di tripod, saya akan mengunakan mode M/manual dan menggunakan ISO rendah, seperti ISO 100, bukaan yang relatif kecil seperti f/8  supaya seluruh pemandangan tajam. Sesuaikan shutter speed sampai terang-gelap foto yang diinginkan tercapai. Biasanya shutter speed sekitar 15-20 detik di malam hari. Saat langit masih terang misalnya saat matahari terbenam, shutter speed lebih cepat, kurang lebih 2-4 detik. Intinya jangan ragu mencoba berbagai shutter speed.
- See more at: http://www.infofotografi.com/blog/2014/05/tips-foto-rooftop-night-photography/#sthash.zj61nNAu.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar