Dalam terminology politik dan pemilu, ada yang disebut sebagai 
kampanye hitam atau black campaign. Istilah ini bukan berarti kampanye 
yang dilakukan malam hari, atau kampanye yang dilakukan oleh (maaf) 
orang berkulit hitam. Black Campaign, memang istilah “prokem” atau 
istilah serapan dari bahasa asing (Inggris). Sebelum kita mengetahui apa
 definisi dari istilah black campaign atau kampanye hitam, secara 
sistematis kita harus mengetahui dahulu apa arti dari kampanye.
Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang 
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah 
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang disebut sebagai kampanye 
adalah: kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan 
menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Jadi berdasarkan pada
 definisi diatas, kampanye dalam perhelatan pemilu, apapun bentuk pemilu
 itu (Pemilu DPR, DPD, DPRD, Presiden/Wapres, Bupati, Walikota, Kepala 
Desa, dan pemilihan lain dalam konteks pemberian suara oleh masyarakat),
 harus dilakukan dengan cara yang lurus, bersih dan terang.
Artinya, kampanye adalah sebuah propose to something. Kampanye adalah
 suatu perilaku dari seorang calon atau dari orang-orang atau partai 
atau kelompok yang mendukungnya, untuk meyakinkan orang-orang agar mau 
memilihnya, dengan menunjukkan dan menawarkan atau menjanjikan apa yang 
akan diperbuat, apa yang akan dilakukan, apa yang akan diperjuangkan, 
apabila orang-orang memilih calon tersebut. Dengan demikian, dapat 
disimpulkan bahwa definisi kampanye menurut Undang-Undang 1 angka 26 
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan 
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat 
Daerah adalah sebuah definisi yang positif.
Jika kemudian ada definisi yang positif, tentu harus ada definisi 
yang negatif. Mari kita lihat dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 10 
tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
 Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Didalam Pasal 84 
tersebut terdapat larangan terhadap kampanye pemilu yang tidak boleh 
dilakukan, Pertama, kampanye tidak boleh mempersoalkan Pembukaan 
Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, kampanye tidak boleh dilakukan yang 
membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, 
kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menghina seseorang, ras, 
suku, agama, golongan calon atau peserta pemilu yang lain. Keempat, 
menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Kelima, 
mengganggu ketertiban umum. Keenam, mengancam untuk melakukan kekerasan 
atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok 
anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain. Ketujuh, merusak 
dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Peserta Pemilu. Kedelapan, 
menggunakan fasilitas pemerintah,tempat ibadah, dan tempat pendidikan. 
Kesembilan, membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain 
selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang 
bersangkutan. Kesepuluh, menjanjikan atau memberikan uang atau materi 
lainnya kepada peserta kampanye. Kesepuluh larangan kampanye tersebut 
itulah yang bisa dikategorikan sebagai kampanye negatif.
Larangan kampanye yang pertama dan kedua adalah karena hal tersebut 
adalah bentuk kampanye yang inskonstitusional atau melanggar UUD 1945. 
Larangan kampanye yang ketiga dan keempat inilah yang disebut sebagai 
black campaign. Larangan kampanye yang kelima, keenam dan ketujuh adalah
 karena hal tersebut adalah bentuk kampanye yang anarkhis dan chaos atau
 yang rawan menimbulkan huru hara dan kerusuhan. Larangan kampanye yang 
kedelapan dan kesembilan adalah karena hal tersebut adalah bentuk 
kampanye terselubung. Larangan kampanye yang kesepuluh, adalah karena 
hal tersebut adalah bentuk kampanye money politics atau kampanye 
menggunakan kekuasaan uang.
Sehingga berdasarkan pada definisi Pasal 1 angka 26 dan Pasal 84 
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan 
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat 
Daerah, yang dimaksud black campaign adalah suatu model atau perilaku 
atau cara berkampanye yang dilakukan dengan menghina, memfitnah, mengadu
 domba, menghasut atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh 
seorang calon atau sekelompok orang atau partai politik atau pendukung 
seorang calon terhadap lawan atau calon lainnya.
Terhadap black campaign ini, maka Pasal 270 Undang-Undang Nomor 10 
tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
 Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memberikan ancaman
 pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua 
puluh empat) bulan, dan denda paling sedikit Rp. 6.000.000 (enam juta 
rupiah) dan paling banyak Rp. 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).
Sumber:
http://dodynurandriyan.blogspot.com/2009/02/black-campaign.html
http://maulanusantara.wordpress.com/2009/06/30/black-campaign/ 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar