Kamis, 01 Mei 2014

Etika Dalam Keluarga

I. PENDAHULUAN
Keluarga bisa diibaratkan dengan rumah, maksudnya adalah rumah tanpa adanya tiang, papan, paku dan lain sebagainya tidak akan dapat berdiri dengan kokoh. Begitu pula dengan keluarga tanpa adanya seorang ayah, ibu dan anak-anak tidak akan disebut dengan satu unit keluarga. Jadi semuanya saling melengkapi untuk membentuk suatu keluarga.
Keluarga adalah masyarakat terkecil yang sekaligus menjadi dasar dari masyarakat yang lebih luas, termasuk komunitas, agama, organisasi dan negara. Maka peran keluarga sangat penting sebab keluarga kuat berarti masyarakat kuat, keluarga sejahtera berarti masyarakat/ negara sejahtera. Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya dan bersifat pokok dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.
Karena keluarga merupakan cikal bakal masyarakat dan negara maka keluarga berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara. Pemberdayaan keluarga Indonesia tidak memperhatikan hal yang lebih esensial seperti pendidikan dalam keluarga, pembinaan mental, moral, etika dan rohani. Hal ini yang harus diutamakan kedepan dalam rangka memberdayakan keluarga. Untuk lebih lanjut mendalami apa itu keluarga akan di bahas pada pembahasan dibawah ini.
II. PEMBAHASAN
I. KELUARGA MENURUT  KRISTEN
1.      Pengertian Keluarga
Keluarga adalah persekutuan yang dibentuk oleh orang tua dan anak-anak. Maka keluarga itu disebut tritunggal: ayah, ibu dan anak-anak. Maka keluarga dibedakan dari kaum keluarga. Kaum keluarga adalah keluarga yang mencakup bukan hanya ayah,ibu dan anak tetapi juga kakek, nenek, mertua, ipar, besan, ponakan, paman, tante, sepupu, misan dan sebagainya.
Dalam keyakinan Kristen keluarga dipahami sebagai bentukan Allah sendiri melalui pernikahan. Pernikahan adalah persekutuan hidup yang dilandasi kasih Allah dan yang merupakan persekutuan tubuh, jiwa, dan roh antar suami istri. Kasih yang sama harus melandasi hubungan keluarga, yaitu hubungan orang tua dengan anak dan hubungan anak dengan anak, serta hubungan dengan semua orang.
2.      Tujuan keluarga
Tujuan keluarga tidak bisa dipisahkan dari tujuan pernikahan, yaitu untuk pembentukan kepribadian yang dewasa, untuk saling mengasihi, termasuk dalam hubungan biologis dan untuk melanjutkan keturunan.
Pendewasaan ditandai dengan keinginan meninggalkan keluarga asal untuk membentuk keluarga baru. Ada pendewasaan psikologis, kematangan mentalitas. Ada pendewasaan rohani, kesediaan mengasihi dan dikasihi. Pendewasaan biologis, kesediaan melaksanakan tugas regenerasi. Tugas-tugas tersebut dalam narasi keluarga (misalnya Mazmur 128) menggambarkan adanya suatu tanggung jawab dari pemimpin keluarga menyelenggarakan keluarganya dalam takut akan Tuhan. Artinya, kerohanian menjadi pondasi utama pengelolaan Keluarga. Kalau itu dilakukan, maka kebahagiaan sejati sebagai tujuan luhur keluarga akan tercapai. Disitu termasuk kenyamanan, kedamaian, kesejahteraan material (cukup), umur panjang dan ketenangan batin.Tujuan keluarga diukur dengan pencapaian kesejahteraan materi bahkan kesenangan (hedonistik) sehingga nilai-nilai luhur yang lain sering diabaikan atau dinomorduakan.
Banyak anak menuntut perhatian dan kehadiran orang tuanya lebih dari sekedar pemenuhan kebutuhan material. Kelebihan material malahan sering menjadi bumerang bagi anak-anak kurang mendapat sapaan dan sentuhan orang tuanya. Kita perlu mengelola keluarga yang mengutamakan pencapaian tujuan yang lebih luhur dari sekedar materi yaitu kebebasan, kenyamanan, dan ketenangan batin.
3.      Kasih dalam keluarga
Dalam lingkup Yunani, yang kulturnya banyak digunakan Tuhan Yesus dalam pengajaran-pengajarannya, yaitu kata “kasih” dibedakan dalam empat kata yang penggunaanya dalam keluarga sangat penting dipahami yaitu Agape, eros, storge dan filia.
Agape itu adalah kasih yang paling luas dan dalam maknanya, yaitu kasih tanpa sekat, tanpa batas dan kasih tanpa motif atau tujuan selain kasih itu sendiri. Eros adalah kasih suami istri, kasih yang didorong oleh birahi seksual tetapi yang dicahayai oleh agape. Storge adalah kasih yang terjadi diantara anggota keluarga, kasih sayang. Filia adalah persahabatan, berteman, berkawan.
Dalam keluarga keempat bentuk kasih itu di perlukan untuk mengutuhkan keluarga. Fungsi suami istri, fungsi orang tua anak, fungsi persahabatan, semuanya dicahai oleh agape. Fungsi-fungsi ideal ini semakin kabur dalam kehidupan keluarga modern yang hampir semua waktunya dipergunakan untuk kesibukan bekerja, belajar dan asyik dengan teknologi.
Pemberdayaan dalam keluarga Kristen dilandasi pada pesan-pesan Injil misalnya: “hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu ditanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.” ( keluaran 20:12). Selama jangka waktu yang sangat lama, perintah ini menjadi begitu penting sehingga banyak orang tua menjadi penguasa dalam keluarga yang menerapkan kasih dalam bentuk dominasi terhadap anak-anak.
Dalam perjanjian baru sebenarnya pengaturan kehidupan keluarga sangat demokratis. Salah satu contoh: “ hai anak-anak, taatilah orangtuamu didalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hornmatilah ayahmu dan ibumu ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini.  supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu dibumi dan kamu bapa-bapa janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka didalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:1-4).
II. KEHENDAK ALLAH YANG KEKAL
 Prinsip Keluarga Kristen: (Kejadian 1 : 27-28; Kejadian 2 : 20-24)
1. Allah mejadi dasar kedudukan keluarga
            Sejak semula sudah ditetapkan di dalam Alkitab perintah dan kehendak Allah untuk hidup manusia dan masyrakat. Manusia diciptakan sebagai peta dan teladan Allah, berarti manusia seharusnya seperti Allah, secara pribadi. Maka pribadi kita harus belajar dari Pribadi Allah yang turun ke dalam dunia menjadi contoh dan teladan hidup seseorang. Sebagai kelompok yang paling dasar disebut kelompok keluarga melalui pernikahan yang sah. Ini menjadi unit pembentukan masyarakat yang paling dasar. Di dalam kehendak Allah yang kekal, Dia mau membentuk keluarga dimana komunitas yang kecil ini merefleksikan dan menjadi wakil dari komunitas yang ada di dalam Pribadi Allah Tritunggal itu sendiri, sehingga keluarga mencerminkan bagaimana kita harus berkasih-kasihan sebagaimana Allah berelasi antara Oknum yang satu dengan yang lain. Di dalam Allah Tritunggal kita melihat contoh dan teladan bagaimana berkomunitas, berkomunikasi dan saling memperhatikan satu sama lain, sehingga disitulah kita baru melihat rahasia kebahagian di dalam mendirikan keluarga (bdk. Mark. 1:10-11).
            Berdasarkan rencana Allah yang kekal, manusia pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Dia, sehingga tidak ada agama, kebudayaan, dan sistem pikiran atau filsafat manusia yang bisa melebihi ketinggian yang sudah ditentukan oleh Allah bagi kedudukan manusia.
2. Allah Menjadi Tujuan Keluarga 
            Identitas manusia ditetapkan sedemikian tinggi, anggun, hormat, dan mulia, karena manusia diciptakan mirip Allah. Agama-agama dan pikiran manusia tidak memberikan jawaban, tetapi wahyu Allah, Kitab Suci sendiri, memberikan jawaban yang terakhir, dan memberikan titik yang paling final dan paling komplit, yaitu kembali menjadi seperti Allah. Tuhan Allah yang menjadi final kita , tujuan terakhir dari perjuangan, perubahan dan dorongan untuk keluarga sehingga menjadi seperti Dia.
3. Allah menjadi dasar kesamarataan pria–wanita
            Pria dan wanita adalah sama rata, kesamarataan antara pria sebagai manusia dan wanita sebagai manusia sudah ditunjukkan oleh Kitab Suci. Manusia pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Jadi bukan hanya pria yang seperti Allah, tetapi wanita pun diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Sekali lagi kita melihat tidak ada agama, kebudayaan, filsafat dan pikiran manusia yang lebih tingi dan memberikan kedudukan tertinggi bagi wanita, selain daripada Kitab Suci.
            Sampai sekarang, di dalam begitu banyak Negara, masyarakat, wadah kebudayaan, kita tetap bisa melihat tidak adanya tempat yang sedemikian terhormat, seperti yang dinyatakan oleh Alkitab, untuk kaum wanita. Kaum wanita sering dijadikan mesin untuk melahirkan anak dan mesin bekerja. Di Irian Jaya, hanya dengan beberapa ekor babi bisa mengganti seorang wanita dan kepala suku bisa memiliki sampai 150 istri, karena dengan makin banyak istri makin banyak tenaga kerja, sehingga makin banyak tanah yang bisa digarap dan makin banyak penghasilan. Tetapi Kitab Suci sudah menegaskan bahwa Dia menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, baik pria maupun wanita. Oleh karena itu pria harus menghormati wanita, wanita harus menghormati pria sebagai satu-satunya ciptaan Allah yang yang berpeta dan teladan Allah. Kita harus mempunyai prinsip ini sebelum kita membentuk keluarga, atau jika kita sudah berkeluarga, mari mengoreksi kehidupan kita melalui cermin cahaya firman Tuhan, sehingga tidak ada manipulasi dan penghambaan satu dengan yang lain. 
4. Allah menjadi pola-urutan (ordo) pria-wanita
            Sekalipun pria dan wanita sama rata, tidak berarti kedua-duanya menjadi kepala, kepala keluarga tetap satu. Untuk hal ini kita harus kembali dimana Tuhan menjadi contoh. Allah Bapa mengirim Allah Anak ke dalam dunia, dan Allah Bapa beserta Allah Anak mengutus Allah Roh Kudus ke dalam gereja-Nya. Disini Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus sama rata di dalam kemulyaan, kekuasaan, kekekalan dan zat azasi-Nya. Tetapi dalam hal ini urutan berbeda. Allah Bapa mengutus Allah Anak, tidak pernah sebaliknya
Persamaan kedudukan, dengan perbedaan urutan, keduanya harus dimengerti oleh kita orang Kristen. Sementara keluarga bukan Kristen ketika orang merebut persamaan hak pria dan wanita, kebanyakan timbul kekacauan yang tidak bisa dikendalikan. Pada waktu timbulnya gerakan kebebasan wanita, dimana kekuasaan wanita diperjuangkan, akhirnya sedemikian radikal tanpa kembali ke Alkitab, sehingga timbulnya keluarga-keluarga berantakan dan homoseks. Terjadinya perebutan kekuasaan wanita secara radikal, selalu dilakukan oleh wanita-wanita yang tidak mau tunduk kepada suaminya dan selalu dipimpin oleh wanita sama rata, tetapi tidak mengenal urutan yang berbeda. karena mereka tidak mau kembali kepada Alkitab, sekalipun mereka mau menyamaratakan pria-wanita, mereka menggawatkan, mengacaukan, merusak, dan meributkan sistem keluarga. Orang Kristen harus mempunyai pendirian, harus punya prinsip sendiri karena kita diberi Firman Allah yang lebih tinggi dari sistem pikiran dan filsafat apapun.
            Disini kita kembali lagi kepada urutan yang berbeda. Alkitab mengatakan pria adalah kepala wanita. Namun demikian bukan berati pria boleh sembarangan mempermainkan wanita. Apakah “Kepala” berarti sewenang-wenang melakukan kehendak sendiri? Apakah kepala berarti sesuatu kemuliaan yang menindas orang-orang yang dikepalainya? Tidak!
            Allah menciptakan laki-laki, tetapi tidak membela laki-laki untuk menindas perempuan. Allah menciptakan perempuan juga bukan untuk ditindas, bahkan Ia juga tidak membela perempuan untuk mempermainkan laki-laki. Ada pria yang sangat menghina dan mempermainkan perempuan. Ada juga perempuan yang suka mempermainkan laki-laki. Tetapi kita tidak boleh demikian. Kita harus senantiasa kembali pada Alkitab dan firman Tuhan seharusnya memimpin pengalaman kita, dan mengoreksi pengalaman kita, lalu memberikan petunjuk untuk hari depan kita. Setiap orang yang betul-betul mau mengerti akan segala kebenaran yang sesuai dengan prinsip Alkitab, dia akan mencapai kebahagiaan.
            Itu sebab, pria kalau taat kepada firman Tuhan, ia mungkin memancarkan peta dan teladan Allah yang mulia kepada wanita. Demikian juga wanita-wanita kalau ia taat kepada firman Tuhan, mengerti prinsif-prinsif Alkitab dan taat kepada pimpinan Roh Kudus, ia akan memancarkan peta- teladan Allah dari aspek yang lain, yang mulia dan hormat kepada pria. Dengan demikian, saling memberikan pemancaran peta dan teladan yang mengakibatkan anak-anak melihat pancaran peta dan teladan Allah melalui ayah dan ibunya. Kristus adalah Tuhan atas keluarga, Ia adalah Kepala dari seluruh keluarga, pria yang mentaati Kristus baru mempunyai wewenang untuk menjadi kepala keluarga. Disini merupakan suatu syarat, dimana didalam syarat itu kita diberikan anugerah. Seorang pria yang diberi hak untuk menjadi kepala keluarga adalah seorang yang juga diberi syarat, dan diperintahkan untuk taat kepada Kristus, sehingga dari sumber Bijaksana, Kebenaran, Kasih dan Kekuasaan dia mendapatkan suatu posisi yang resmi dan tepat. Kalau dia tidak taat, dia juga  tidak berhak menjadi kepala keluarga.

5. Konsekwensi Pria Sebagai Kepala
1.    Menanggung resiko dan beban keluarga
2.    Berkewajiban memelihara dan melindungi keluarga
3.      Menganalisa dan mengambil keputusan secara tepat.

6. Posisi wanita sebagai mahkota suami
Keindahan dan keanggunan seorang wanita tidak teletak pada kehebatannya berteriak-teriak, melainkan pada kewibawaan yang tersimpan di dalam. Keanggunan yang tidak dipamerkan itulah mahkota wanita. Wanita yang tentram dan takut kepada Tuhan, mempunyai kesucian dalam hatinya, merupakan kekuatan melawan pria-pria yang tidak beres.
Istri yang baik adalah mahkota bagi suaminya. Kalimat ini menjadi inspirasi yang mengajak kita berpikir lebih dalam akan keindahan wanita. Kesempurnaan dari dalam keluar, yang stabil, patuh kepada Tuhan dan tidak sembarangan diganggu. Itu tidak ada pada apapun kecuali pada wanita yang dicipta menurut peta dan teladan Tuhan Allah.
III. PEMAHAMAN PERNIKAHAN MENURUT KRISTEN
1.      Hakekat Pernikahan
Pernikahan adalah suatu persekutuan seorang laki-laki dengan seorang perempuan, menurut tata penciptaan: “Allah menciptakan laki-laki dan perempuan” (Kej. 1:27), “Allah menciptakan perempuan dari rusuk laki-laki dan membawanya kepada laki-laki itu” (Kej. 2:22). Kemudian, “keduanya jadi satu daging, manusia dan istrinya” (kej. 2:24-25). Ayat-ayat ini dikutip oleh Tuhan Yesus dalam mengukuhkan hakekat pernikahan (Mat. 19:4-6), pernikahan kristiani adalah suatu hubungan yang suci. Dalam hakekat pernikahan ada beberapa hal yang perlu ditekankan bagi para anak muda yang mau menikah:
o    Pernikahan Kristen itu menganut asas monogami. (1 Kor. 7:2) “tiap suami mempunyai istrinya sendiri dan tiap istri mempunyai suaminya sendiri”
o    Pernikahan Kristen tidak menganggap perkawinan homoseksual atau lesbian sebagai pernikahan yang dikehendaki Allah. Homoseksual ditolak Alkitab karena terkait dengan penyembahan berhala.
o    Pernikahan adalah sesuatu yang suci, maka tidak boleh dinodai hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan suami istri.

2.      Tujuan Pernikahan
Dalam Alkitab pernikahan mempunyai tujuan dalam rencana Allah. Oleh sebab itu pernikahan dilandasi oleh cinta kasih, itu sebabnya mengapa tidak semua orang harus menikah (Mat. 19:12). Sangat jelas bahwa pernikahan itu mempunyai tujuannya dan tujuan itu harus diperhatikan supaya orang tidak menikah sekedar memenuhi kewajiban kodrat atau hukum alam, melainkan ia menikah karena kasih karunia Tuhan. Secara teologis ada 3 tujuan pernikahan yaitu:
Pertama: Propagasi atau Prokreasi (Kej. 1:28). Seorang yang menikah harus menyadari bahwa mereka mengembankan tugas suci untuk melanjutkan karya Allah menciptakan generasi penerus. Kedua: Unifikasi atau kesatuan (Kej. 2:24). Aspek ini penting dimana kesatuan daging adalah kesatuan jiwa raga. Unifikasi bukan sekedar hubungan seksual, tetapi menyatukan dua insan secara eksklusif dalam segala hal. Kesatuan itu adalah kesatuan yang tidak menyimpan rahasia terhadap pasangan hidup. Di dalam kesatuan itu, setiap pasangan menjadi dewasa, karena mampu mencintai dan dicintai. Ketiga: Rekreasi atau kesenangan (Am. 5: 18-19). Hubungan seksual penting sekali, sebab ia menjadi wujud dari kesatuan dan juga tugas prokreasi.  Untuk melahirkan anak yang sehat maka perlu sukacita dalam hubungan suami istri. Tetapi kesenangan tidak hanya dalam hubungan seksual, sebab hubungan seksual akan ada batasnya. Maka kesenangan itu harus diletakkan dalam hubungan batin atau hubungan rohani, dimana satu terhadap yang lain ada saling percaya, saling bergantung, dan saling menolong.
3.      Ancaman Terhadap Pernikahan
Pernikahan bukanlah sesuatu sorga dunia melainkan suatu wadah perjuangan, wadah pembinaan diri terus menerus. Banyak godaan dari luar dan dari dalam yang dapat menjadi ancaman pernikahan, pertama ancaman dari dalam. Ancaman dari dalam bermacam-macam. Perbedaan dua orang yang menikah akan selalu menjadi ancaman terhadap pernikahan kalau tidak dapat dikelola dengan bijaksana. Misalnya perbedaan suku, selera, hobi dan seribu satu macam perbedaan. Kedua ancaman dari luar. Sama seperti ancaman dari dalam, ancaman dari luar pun bermacam-macam, ada keluarga yang ikut campur, ada kawan-kawan lama yang mungkin berpengaruh masih banyak lagi ancaman pernikahan dari luar. Ancaman-ancaman itu hanya bisa diatasi dengan iman dan kesetian kepada Tuhan yang akan menjadi pondasi bagi suami istri mempertahankan rumah tangga mereka.          

III. PENUTUP
KESIMPULAN
            Berdasarkan pembahasan di atas tentang bagaimana kehidupan keluarga orang Kristen dapat disimpulkan bahwa dalam menjalani dan mempersiapkan sebuah tujuan dalam pernikahan dan rumah tangga dalam keluarga seseorang harus memiliki suatu pondasi yang benar, yaitu firman Tuhan. Karena manusia baik pria-wanita adalah peta dan teladan Allah yang sudah Dia ciptakan sejak awal untuk mengelola apa yang ada di bumi ini.
Sebagai peta dan teladan Allah manusia harus menunjukkan citra Allah. Citra Allah ditunjukkan dengan mengikuti kehendak Allah yang mutlak dalam kehidupan manusia sehingga kehidupan yang secara praktis dijalani akan mendapat suatu tujuan kebahagiaan yang diingini, sehingga semakin seperti keteraturan dan ketidakterbatasan Allah dalam Tritunggal. Kemudian dalam pernikahan pun demikian tujuan yang harus dicapai. Melewati pembelajaran ini kiranya dapat membuka pintu gerbang pengenalan dasar bagi kita selaku orang yang akan menjalani hidup keluarga dalam unit kecil.

PUSTAKA BOOKS :
            Tong Stephen Pdt.Dr, KELUARGA BAHAGIA, (Surabaya : Momentum, 2006).
            Borrong P Robert. Dr, ETIKA KRISTEN, (Bandung : INK Media, 2006).

Sumber : http://hugoherliani.wordpress.com/2013/12/11/makalah-etika-tentang-keluarga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar