I. PENDAHULUAN
Keluarga
bisa diibaratkan dengan rumah, maksudnya adalah rumah tanpa adanya
tiang, papan, paku dan lain sebagainya tidak akan dapat berdiri dengan
kokoh. Begitu pula dengan keluarga tanpa adanya seorang ayah, ibu dan
anak-anak tidak akan disebut dengan satu unit keluarga. Jadi semuanya
saling melengkapi untuk membentuk suatu keluarga.
Keluarga
adalah masyarakat terkecil yang sekaligus menjadi dasar dari masyarakat
yang lebih luas, termasuk komunitas, agama, organisasi dan negara. Maka
peran keluarga sangat penting sebab keluarga kuat berarti masyarakat
kuat, keluarga sejahtera berarti masyarakat/ negara sejahtera. Keluarga
adalah kesatuan yang sewajarnya dan bersifat pokok dari masyarakat dan
berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.
Karena
keluarga merupakan cikal bakal masyarakat dan negara maka keluarga
berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara. Pemberdayaan
keluarga Indonesia tidak memperhatikan hal yang lebih esensial seperti
pendidikan dalam keluarga, pembinaan mental, moral, etika dan rohani.
Hal ini yang harus diutamakan kedepan dalam rangka memberdayakan
keluarga. Untuk lebih lanjut mendalami apa itu keluarga akan di bahas
pada pembahasan dibawah ini.
II. PEMBAHASAN
I. KELUARGA MENURUT KRISTEN
1. Pengertian Keluarga
Keluarga
adalah persekutuan yang dibentuk oleh orang tua dan anak-anak. Maka
keluarga itu disebut tritunggal: ayah, ibu dan anak-anak. Maka keluarga
dibedakan dari kaum keluarga. Kaum keluarga adalah keluarga yang
mencakup bukan hanya ayah,ibu dan anak tetapi juga kakek, nenek, mertua,
ipar, besan, ponakan, paman, tante, sepupu, misan dan sebagainya.
Dalam
keyakinan Kristen keluarga dipahami sebagai bentukan Allah sendiri
melalui pernikahan. Pernikahan adalah persekutuan hidup yang dilandasi
kasih Allah dan yang merupakan persekutuan tubuh, jiwa, dan roh antar
suami istri. Kasih yang sama harus melandasi hubungan keluarga, yaitu
hubungan orang tua dengan anak dan hubungan anak dengan anak, serta
hubungan dengan semua orang.
2. Tujuan keluarga
Tujuan
keluarga tidak bisa dipisahkan dari tujuan pernikahan, yaitu untuk
pembentukan kepribadian yang dewasa, untuk saling mengasihi, termasuk
dalam hubungan biologis dan untuk melanjutkan keturunan.
Pendewasaan
ditandai dengan keinginan meninggalkan keluarga asal untuk membentuk
keluarga baru. Ada pendewasaan psikologis, kematangan mentalitas. Ada
pendewasaan rohani, kesediaan mengasihi dan dikasihi. Pendewasaan
biologis, kesediaan melaksanakan tugas regenerasi. Tugas-tugas tersebut
dalam narasi keluarga (misalnya Mazmur 128) menggambarkan adanya suatu
tanggung jawab dari pemimpin keluarga menyelenggarakan keluarganya dalam
takut akan Tuhan. Artinya, kerohanian menjadi pondasi utama pengelolaan
Keluarga. Kalau itu dilakukan, maka kebahagiaan sejati sebagai tujuan
luhur keluarga akan tercapai. Disitu termasuk kenyamanan, kedamaian,
kesejahteraan material (cukup), umur panjang dan ketenangan batin.Tujuan
keluarga diukur dengan pencapaian kesejahteraan materi bahkan
kesenangan (hedonistik) sehingga nilai-nilai luhur yang lain sering
diabaikan atau dinomorduakan.
Banyak
anak menuntut perhatian dan kehadiran orang tuanya lebih dari sekedar
pemenuhan kebutuhan material. Kelebihan material malahan sering menjadi
bumerang bagi anak-anak kurang mendapat sapaan dan sentuhan orang
tuanya. Kita perlu mengelola keluarga yang mengutamakan pencapaian
tujuan yang lebih luhur dari sekedar materi yaitu kebebasan, kenyamanan,
dan ketenangan batin.
3. Kasih dalam keluarga
Dalam
lingkup Yunani, yang kulturnya banyak digunakan Tuhan Yesus dalam
pengajaran-pengajarannya, yaitu kata “kasih” dibedakan dalam empat kata
yang penggunaanya dalam keluarga sangat penting dipahami yaitu Agape,
eros, storge dan filia.
Agape
itu adalah kasih yang paling luas dan dalam maknanya, yaitu kasih tanpa
sekat, tanpa batas dan kasih tanpa motif atau tujuan selain kasih itu
sendiri. Eros adalah kasih suami istri, kasih yang didorong oleh birahi
seksual tetapi yang dicahayai oleh agape. Storge adalah kasih yang
terjadi diantara anggota keluarga, kasih sayang. Filia adalah
persahabatan, berteman, berkawan.
Dalam
keluarga keempat bentuk kasih itu di perlukan untuk mengutuhkan
keluarga. Fungsi suami istri, fungsi orang tua anak, fungsi
persahabatan, semuanya dicahai oleh agape. Fungsi-fungsi ideal ini
semakin kabur dalam kehidupan keluarga modern yang hampir semua waktunya
dipergunakan untuk kesibukan bekerja, belajar dan asyik dengan
teknologi.
Pemberdayaan
dalam keluarga Kristen dilandasi pada pesan-pesan Injil misalnya:
“hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu ditanah yang
diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.” ( keluaran 20:12). Selama jangka
waktu yang sangat lama, perintah ini menjadi begitu penting sehingga
banyak orang tua menjadi penguasa dalam keluarga yang menerapkan kasih
dalam bentuk dominasi terhadap anak-anak.
Dalam
perjanjian baru sebenarnya pengaturan kehidupan keluarga sangat
demokratis. Salah satu contoh: “ hai anak-anak, taatilah orangtuamu
didalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hornmatilah ayahmu dan ibumu
ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji
ini. supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu dibumi dan
kamu bapa-bapa janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu,
tetapi didiklah mereka didalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:1-4).
II. KEHENDAK ALLAH YANG KEKAL
Prinsip Keluarga Kristen: (Kejadian 1 : 27-28; Kejadian 2 : 20-24)
1. Allah mejadi dasar kedudukan keluarga
Sejak
semula sudah ditetapkan di dalam Alkitab perintah dan kehendak Allah
untuk hidup manusia dan masyrakat. Manusia diciptakan sebagai peta dan
teladan Allah, berarti manusia seharusnya seperti Allah, secara pribadi.
Maka pribadi kita harus belajar dari Pribadi Allah yang turun ke dalam
dunia menjadi contoh dan teladan hidup seseorang. Sebagai kelompok yang
paling dasar disebut kelompok keluarga melalui pernikahan yang sah. Ini
menjadi unit pembentukan masyarakat yang paling dasar. Di dalam kehendak
Allah yang kekal, Dia mau membentuk keluarga dimana komunitas yang
kecil ini merefleksikan dan menjadi wakil dari komunitas yang ada di
dalam Pribadi Allah Tritunggal itu sendiri, sehingga keluarga
mencerminkan bagaimana kita harus berkasih-kasihan sebagaimana Allah
berelasi antara Oknum yang satu dengan yang lain. Di dalam Allah
Tritunggal kita melihat contoh dan teladan bagaimana berkomunitas, berkomunikasi
dan saling memperhatikan satu sama lain, sehingga disitulah kita baru
melihat rahasia kebahagian di dalam mendirikan keluarga (bdk. Mark.
1:10-11).
Berdasarkan
rencana Allah yang kekal, manusia pria dan wanita diciptakan menurut
peta dan teladan Dia, sehingga tidak ada agama, kebudayaan,
dan sistem pikiran atau filsafat manusia yang bisa melebihi ketinggian
yang sudah ditentukan oleh Allah bagi kedudukan manusia.
2. Allah Menjadi Tujuan Keluarga
Identitas
manusia ditetapkan sedemikian tinggi, anggun, hormat, dan mulia, karena
manusia diciptakan mirip Allah. Agama-agama dan pikiran manusia tidak
memberikan jawaban, tetapi wahyu Allah, Kitab Suci sendiri, memberikan
jawaban yang terakhir, dan memberikan titik yang paling final dan paling
komplit, yaitu kembali menjadi seperti Allah. Tuhan Allah yang menjadi
final kita , tujuan terakhir dari perjuangan, perubahan dan dorongan
untuk keluarga sehingga menjadi seperti Dia.
3. Allah menjadi dasar kesamarataan pria–wanita
Pria
dan wanita adalah sama rata, kesamarataan antara pria sebagai manusia
dan wanita sebagai manusia sudah ditunjukkan oleh Kitab Suci. Manusia
pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Jadi bukan
hanya pria yang seperti Allah, tetapi wanita pun diciptakan menurut peta
dan teladan Allah. Sekali lagi kita melihat tidak ada agama,
kebudayaan, filsafat dan pikiran manusia yang lebih tingi dan memberikan
kedudukan tertinggi bagi wanita, selain daripada Kitab Suci.
Sampai
sekarang, di dalam begitu banyak Negara, masyarakat, wadah kebudayaan,
kita tetap bisa melihat tidak adanya tempat yang sedemikian terhormat,
seperti yang dinyatakan oleh Alkitab, untuk kaum wanita. Kaum wanita
sering dijadikan mesin untuk melahirkan anak dan mesin bekerja. Di Irian
Jaya, hanya dengan beberapa ekor babi bisa mengganti seorang wanita dan
kepala suku bisa memiliki sampai 150 istri, karena dengan makin banyak
istri makin banyak tenaga kerja, sehingga makin banyak tanah yang bisa
digarap dan makin banyak penghasilan. Tetapi Kitab Suci sudah menegaskan
bahwa Dia menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, baik pria
maupun wanita. Oleh karena itu pria harus menghormati wanita, wanita
harus menghormati pria sebagai satu-satunya ciptaan Allah yang yang
berpeta dan teladan Allah. Kita harus mempunyai prinsip ini sebelum kita
membentuk keluarga, atau jika kita sudah berkeluarga, mari mengoreksi
kehidupan kita melalui cermin cahaya firman Tuhan, sehingga tidak ada
manipulasi dan penghambaan satu dengan yang lain.
4. Allah menjadi pola-urutan (ordo) pria-wanita
Sekalipun
pria dan wanita sama rata, tidak berarti kedua-duanya menjadi kepala,
kepala keluarga tetap satu. Untuk hal ini kita harus kembali dimana
Tuhan menjadi contoh. Allah Bapa mengirim Allah Anak ke dalam dunia, dan
Allah Bapa beserta Allah Anak mengutus Allah Roh Kudus ke dalam
gereja-Nya. Disini Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus sama rata
di dalam kemulyaan, kekuasaan, kekekalan dan zat azasi-Nya. Tetapi
dalam hal ini urutan berbeda. Allah Bapa mengutus Allah Anak, tidak
pernah sebaliknya
Persamaan
kedudukan, dengan perbedaan urutan, keduanya harus dimengerti oleh kita
orang Kristen. Sementara keluarga bukan Kristen ketika orang merebut
persamaan hak pria dan wanita, kebanyakan timbul kekacauan yang tidak
bisa dikendalikan. Pada waktu timbulnya gerakan kebebasan wanita, dimana
kekuasaan wanita diperjuangkan, akhirnya sedemikian radikal tanpa
kembali ke Alkitab, sehingga timbulnya keluarga-keluarga berantakan dan
homoseks. Terjadinya perebutan kekuasaan wanita secara radikal, selalu
dilakukan oleh wanita-wanita yang tidak mau tunduk kepada suaminya dan
selalu dipimpin oleh wanita sama rata, tetapi tidak mengenal urutan yang
berbeda. karena mereka tidak mau kembali kepada Alkitab, sekalipun
mereka mau menyamaratakan pria-wanita, mereka menggawatkan, mengacaukan,
merusak, dan meributkan sistem keluarga. Orang Kristen harus mempunyai
pendirian, harus punya prinsip sendiri karena kita diberi Firman Allah
yang lebih tinggi dari sistem pikiran dan filsafat apapun.
Disini
kita kembali lagi kepada urutan yang berbeda. Alkitab mengatakan pria
adalah kepala wanita. Namun demikian bukan berati pria boleh sembarangan
mempermainkan wanita. Apakah “Kepala” berarti sewenang-wenang melakukan
kehendak sendiri? Apakah kepala berarti sesuatu kemuliaan yang menindas
orang-orang yang dikepalainya? Tidak!
Allah
menciptakan laki-laki, tetapi tidak membela laki-laki untuk menindas
perempuan. Allah menciptakan perempuan juga bukan untuk ditindas, bahkan
Ia juga tidak membela perempuan untuk mempermainkan laki-laki. Ada pria
yang sangat menghina dan mempermainkan perempuan. Ada juga perempuan
yang suka mempermainkan laki-laki. Tetapi kita tidak boleh demikian.
Kita harus senantiasa kembali pada Alkitab dan firman Tuhan seharusnya
memimpin pengalaman kita, dan mengoreksi pengalaman kita, lalu
memberikan petunjuk untuk hari depan kita. Setiap orang yang betul-betul
mau mengerti akan segala kebenaran yang sesuai dengan prinsip Alkitab,
dia akan mencapai kebahagiaan.
Itu
sebab, pria kalau taat kepada firman Tuhan, ia mungkin memancarkan peta
dan teladan Allah yang mulia kepada wanita. Demikian juga wanita-wanita
kalau ia taat kepada firman Tuhan, mengerti prinsif-prinsif Alkitab dan
taat kepada pimpinan Roh Kudus, ia akan memancarkan peta- teladan Allah
dari aspek yang lain, yang mulia dan hormat kepada pria. Dengan
demikian, saling memberikan pemancaran peta dan teladan yang
mengakibatkan anak-anak melihat pancaran peta dan teladan Allah melalui
ayah dan ibunya. Kristus adalah Tuhan atas keluarga, Ia adalah Kepala
dari seluruh keluarga, pria yang mentaati Kristus baru mempunyai
wewenang untuk menjadi kepala keluarga. Disini merupakan suatu syarat,
dimana didalam syarat itu kita diberikan anugerah. Seorang pria yang
diberi hak untuk menjadi kepala keluarga adalah seorang yang juga diberi
syarat, dan diperintahkan untuk taat kepada Kristus, sehingga dari
sumber Bijaksana, Kebenaran, Kasih dan Kekuasaan dia mendapatkan suatu
posisi yang resmi dan tepat. Kalau dia tidak taat, dia juga tidak berhak menjadi kepala keluarga.
5. Konsekwensi Pria Sebagai Kepala
1. Menanggung resiko dan beban keluarga
2. Berkewajiban memelihara dan melindungi keluarga
3. Menganalisa dan mengambil keputusan secara tepat.
6. Posisi wanita sebagai mahkota suami
Keindahan
dan keanggunan seorang wanita tidak teletak pada kehebatannya
berteriak-teriak, melainkan pada kewibawaan yang tersimpan di dalam.
Keanggunan yang tidak dipamerkan itulah mahkota wanita. Wanita yang
tentram dan takut kepada Tuhan, mempunyai kesucian dalam hatinya,
merupakan kekuatan melawan pria-pria yang tidak beres.
Istri
yang baik adalah mahkota bagi suaminya. Kalimat ini menjadi inspirasi
yang mengajak kita berpikir lebih dalam akan keindahan wanita.
Kesempurnaan dari dalam keluar, yang stabil, patuh kepada Tuhan dan
tidak sembarangan diganggu. Itu tidak ada pada apapun kecuali pada
wanita yang dicipta menurut peta dan teladan Tuhan Allah.
III. PEMAHAMAN PERNIKAHAN MENURUT KRISTEN
1. Hakekat Pernikahan
Pernikahan
adalah suatu persekutuan seorang laki-laki dengan seorang perempuan,
menurut tata penciptaan: “Allah menciptakan laki-laki dan perempuan”
(Kej. 1:27), “Allah menciptakan perempuan dari rusuk laki-laki dan
membawanya kepada laki-laki itu” (Kej. 2:22). Kemudian, “keduanya jadi
satu daging, manusia dan istrinya” (kej. 2:24-25). Ayat-ayat ini dikutip
oleh Tuhan Yesus dalam mengukuhkan hakekat pernikahan (Mat. 19:4-6),
pernikahan kristiani adalah suatu hubungan yang suci. Dalam hakekat
pernikahan ada beberapa hal yang perlu ditekankan bagi para anak muda
yang mau menikah:
o Pernikahan
Kristen itu menganut asas monogami. (1 Kor. 7:2) “tiap suami mempunyai
istrinya sendiri dan tiap istri mempunyai suaminya sendiri”
o Pernikahan
Kristen tidak menganggap perkawinan homoseksual atau lesbian sebagai
pernikahan yang dikehendaki Allah. Homoseksual ditolak Alkitab karena
terkait dengan penyembahan berhala.
o Pernikahan adalah sesuatu yang suci, maka tidak boleh dinodai hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangan suami istri.
2. Tujuan Pernikahan
Dalam
Alkitab pernikahan mempunyai tujuan dalam rencana Allah. Oleh sebab itu
pernikahan dilandasi oleh cinta kasih, itu sebabnya mengapa tidak semua
orang harus menikah (Mat. 19:12). Sangat jelas bahwa pernikahan itu
mempunyai tujuannya dan tujuan itu harus diperhatikan supaya orang tidak
menikah sekedar memenuhi kewajiban kodrat atau hukum alam, melainkan ia
menikah karena kasih karunia Tuhan. Secara teologis ada 3 tujuan
pernikahan yaitu:
Pertama:
Propagasi atau Prokreasi (Kej. 1:28). Seorang yang menikah harus
menyadari bahwa mereka mengembankan tugas suci untuk melanjutkan karya
Allah menciptakan generasi penerus. Kedua: Unifikasi atau kesatuan (Kej.
2:24). Aspek ini penting dimana kesatuan daging adalah kesatuan jiwa
raga. Unifikasi bukan sekedar hubungan seksual, tetapi menyatukan dua
insan secara eksklusif dalam segala hal. Kesatuan itu adalah kesatuan
yang tidak menyimpan rahasia terhadap pasangan hidup. Di dalam kesatuan
itu, setiap pasangan menjadi dewasa, karena mampu mencintai dan
dicintai. Ketiga: Rekreasi atau kesenangan (Am. 5: 18-19). Hubungan
seksual penting sekali, sebab ia menjadi wujud dari kesatuan dan juga
tugas prokreasi. Untuk melahirkan anak yang sehat maka perlu sukacita dalam hubungan suami istri. Tetapi kesenangan
tidak hanya dalam hubungan seksual, sebab hubungan seksual akan ada
batasnya. Maka kesenangan itu harus diletakkan dalam hubungan batin atau
hubungan rohani, dimana satu terhadap yang lain ada saling percaya,
saling bergantung, dan saling menolong.
3. Ancaman Terhadap Pernikahan
Pernikahan
bukanlah sesuatu sorga dunia melainkan suatu wadah perjuangan, wadah
pembinaan diri terus menerus. Banyak godaan dari luar dan dari dalam
yang dapat menjadi ancaman pernikahan, pertama ancaman dari dalam.
Ancaman dari dalam bermacam-macam. Perbedaan dua orang yang menikah akan
selalu menjadi ancaman terhadap pernikahan kalau tidak dapat dikelola
dengan bijaksana. Misalnya perbedaan suku, selera, hobi dan seribu satu
macam perbedaan. Kedua ancaman dari luar. Sama seperti ancaman dari
dalam, ancaman dari luar pun bermacam-macam, ada keluarga yang ikut
campur, ada kawan-kawan lama yang mungkin berpengaruh masih banyak lagi
ancaman pernikahan dari luar. Ancaman-ancaman itu hanya bisa diatasi
dengan iman dan kesetian kepada Tuhan yang akan menjadi pondasi bagi
suami istri mempertahankan rumah tangga mereka.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas tentang bagaimana kehidupan keluarga orang Kristen
dapat disimpulkan bahwa dalam menjalani dan mempersiapkan sebuah tujuan
dalam pernikahan dan rumah tangga dalam keluarga seseorang harus
memiliki suatu pondasi yang benar, yaitu firman Tuhan. Karena manusia
baik pria-wanita adalah peta dan teladan Allah yang sudah Dia ciptakan
sejak awal untuk mengelola apa yang ada di bumi ini.
Sebagai
peta dan teladan Allah manusia harus menunjukkan citra Allah. Citra
Allah ditunjukkan dengan mengikuti kehendak Allah yang mutlak dalam
kehidupan manusia sehingga kehidupan yang secara praktis dijalani akan
mendapat suatu tujuan kebahagiaan yang diingini, sehingga semakin
seperti keteraturan dan ketidakterbatasan Allah dalam Tritunggal.
Kemudian dalam pernikahan pun demikian tujuan yang harus dicapai.
Melewati pembelajaran ini kiranya dapat membuka pintu gerbang pengenalan
dasar bagi kita selaku orang yang akan menjalani hidup keluarga dalam
unit kecil.
PUSTAKA BOOKS :
Tong Stephen Pdt.Dr, KELUARGA BAHAGIA, (Surabaya : Momentum, 2006).
Borrong P Robert. Dr, ETIKA KRISTEN, (Bandung : INK Media, 2006).
Sumber : http://hugoherliani.wordpress.com/2013/12/11/makalah-etika-tentang-keluarga/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar